Www.DannyPunyaCerita.blogspot.com

Selamat datang di blog saya!
Blog yang berisi tentang catatan catatan (yang mungkin nggak penting buat sebagian orang^^"), tentang mimpi, harapan, cita, cinta, dan semua yang mungkin dialami umat manusia, melalui kacamata seorang beruang yang bodoh ini..
Kritik yang membangun (dan masukan di rekening saya, jika memungkinkan), saya harapkan disini.
Jangan lupa leave comment, follow my blog atau bahkan promosiin blog saya! Hehehe! ^^v
Eniwei, makasiiih, buat kamu kamu, anda anda sekalian yang udah masuk dan baca baca blog nii,..
Tabee '... ^^v

Kamis, 01 Maret 2012

DUNIA KITA - Chapter 01

Siang saat itu tidak begitu terik di salah satu sudut daerah atas kota Semarang. Beberapa kilometer saja dari gedung olahraga Jatidiri, kawasan itu cukup teduh dan nyaman untuk ditinggali. Kebanyakan rumah di daerah itu memang membuka usaha jasa kost bagi para mahasiswa, maupun para pekerja terutama yang berasal dari luar kota Semarang. Dengan biaya sewa kamar yang rata rata terjangkau, daerah ini cukup banyak diminati oleh para perantau yang mencari tempat tinggal.

Beberapa ratus kilometer dari tempat yang ramai tempat kost itu, Agus nampak sedikit kebingungan sambil memegang kertas di tangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk menggayut tas ransel yang nampak kelebihan muatan. Di antara tempat yang rindang dan asri itu, Agus mau nggak mau jadi terkagum kagum. Ia nampaknya sudah jatuh hati sejak menapakkan kakinya di tempat yang asing baginya ini. Ya, Agus seperti mahasiswa kebanyakan, sedang mencari lokasi dimana ia akan bertempat tinggal.

Kost-nya yang lama ia tinggalkan dengan alasan tempatnya sudah terlalu ramai untuk ukuran sebuah tempat kost. Bayangkan. 1 rumah yang memang di desain untuk menjadi tempat kost itu sudah overloaded, dengan ruangan yang ditambah tambahkan oleh pengurus kost, bahkan garasi pun disulap menjadi kamar kost,asal duit mengalir. Agus masih bisa mentolerir kondisi itu, seandainya tidak setiap malam ia diganggu tingkah “ajaib” teman2nya. (walau sebenarnya ia lebih ajaib dari yang lainnya,hihihi). Agus bersabar hingga satu semester lamanya. Namun begitu semester berikutnya dirasa nggak ada perubahan, Agus berniat untuk cabut.

“ Nyet, kowe ngerti kost2an neng kene ra? Sing murah wae” ( nyet, kamu tau nggak kost2an disekitar sini? Yang murah saja). Tanya Agus suatu sore di beranda kampus, saat ia sedang berkumpul dengan Fahmi, teman akrabnya se fakultas.

“Lah,,kostmu ngopo? ndak diusir kowe,su?” ( lah, tempat kostmu yang lama kenapa? Kamu diusir ya? ). Tanya balik Fahmi sambil menyabet rokok yang hampir saja disedot oleh Agus.

“Wis ra betah. Ne bengi wis koyo pasar malem. Celeng tenan, kuwi rokokku garek siji yo,suu…” ( Udah nggak betah. Kalau malam udah seperti pasar malam. Sial banget, itu rokokku satu satunya,siaal ). Balas Agus sambil mencoba mengambil kembali rokoknya dari tangan Fahmi, namun gagal.

“ Jo medit2,..yo wis, ta golekno sing apik tur murah. Gampang” ( jangan pelit2. Udah, ntar aku cariin kost yang baru dan murah. Gampang )
“Tenan yo?” ( benar,ya?)

“ He em” balas Fahmi cuek sambil menyalakan rokoknya. “Lah, ra mben2 kowe ngomong karo aku ne arep pindah kost. Lha neng ngisor kono yo ono sing murah meriah. Silir meneh” ( Lah, kemarin2 nggak bilang sama aku kalo mau pindah kost. Kan di daerah bawah ada tempat yang murah meriah. Sejuk lagi).

“Heh? Neng ndi? Aku gelem!” ( Ha? Dimana? Aku mau!) jawab Agus antusias.
“ Kono, ning ngisor jembatan Tinjomoyo,wehehehehe” ( Disitu, dibawah jembatan Tinjomoyo )

“Ndasmuuuu,…” ( Sialan,.)

Begitulah. Atas rekomendasi si Fahmi, siang ini Agus nampak sedang kebingungan mencari2 tempat kost yang dimaksud. Badannya yang kecil,Nampak tenggelam oleh barang bawaannya. Agus memang nggak mau buang waktu lagi. Segera setelah ia setuju harga sewa dari informasi si Fahmi, Agus segera say goodbye dengan kostan lamanya dan segera mengemasi seluruh barangnya. Sambil mengutuk dalam hati, ia menyesal nggak bertanya lebih jelas pada Fahmi rumah kost yang dimaksud. Sambil terseok seok, Agus terus mencari dengan gigih,cieehh…

****************************************************************

Sementara itu, nggak jauh dari situ, tampak sebuah mobil taksi mendekati lokasi dimana Agus masih celingukan mencari. Mobil taksi berwarna biru itu kemudian menurunkan kecepatannya, dan kemudian berhenti sama sekali. Tak berapa lama, pintu belakang terbuka. Risa nampak hati2 menapakkan kakinya keluar taksi. Dengan berbalut rok panjang, Risa cukup kesulitan untuk keluar dari taksi, apalagi tas yang ada disebelahnya juga dibawanya. Pak supir yang melihat hal itu, buru2 menyelesaikan pekerjaannya mengeluarkan koper koper Risa dari bagasi belakang.

“Hati2, mbak”

“Iya,pak,makasih ya pak” Risa menerima uluran tangan pak supir yang hati2 menuntunnya keluar dari mobil.

Risa menengadahkan tangannya,berharap sinar matahari tidak begitu menusuk wajahnya saat ia berada di luar taksi. Matanya memincing melihat keadaan sekitar. Kemudian matanya menutup, Risa mencoba untuk merasakan udara dan suasana baru yang baru saja ia temui. Seluruh inderanya bekerja. Dalam keadaan terpejam, ia bisa merasakan aliran udara menerpa tubuh dan wajahnya. Jari jemarinya menari, mencoba menyentuh aliran angin yang mengalir lembut. Wajahnya menghangat saat angin juga menyapanya disana, kemudian Risa merasakan betapa angin sudah membalur dirinya. Angin sudah menyambutnya…Dan Risa pun tersenyum..

Pikirannya pun kembali pada saat dirinya memutuskan untuk menyampaikan keputusannya untuk mengambil kesempatan kuliah di kota Semarang, setelah ia dinyatakan lulus ujian.

“Nduk,..apa sudah kamu fikirkan betul keputusanmu ini?...kamu akan cukup jauh dari orang tuamu ini lho,nduk”

Ayah Risa mencoba untuk memastikan,bahwa keputusan putri samata wayangnya ini memang benar pilihannya. Sementara, ibu Risa sesekali mengusap air matanya. Ia tidak mengira, betapa waktu begitu cepat berputar sehingga kini putri kecil kesayangannya sudah harus keluar kota, jauh dari dirinya, untuk menuntut ilmu. Dalam hatinya tidak rela, meskipun ia tahu bahwa hal ini akan datang.

“Risa sudah fikirkan,ayah..ibu…Risa ingin mandiri..Ini penting untuk mimpi Risa nantinya”

Ayah Risa terdiam.

“Apa perlu, Roni, adikmu itu, juga ayah kirim ke Semarang, buat nemenin kamu, nduk?”

“Jangan Ayah” tukas Risa cepat. “Risa ingin mandiri. Ini keputusan Risa. Lagipula kasihan Roni, kalau harus pindah sekolah gara gara Risa”

Ayah Risa kembali terdiam. “Baiklah, nduk…Ayah dan ibu juga sudah mempertimbangkan hal ini sejak semalam. Ayah rasa, ini baik untuk proses pembelajaran kamu,nduk..Tapi, kamu musti ingat, tidak boleh melupakan kewajibanmu terhadap Tuhan, menjaga nama baik keluarga kita, serta harus selalu komunikasi sama ayah ibu. Ya,nduk?”

Risa tanpa sadar menangis. Ia tersenyum. Dalam hatinya bersyukur memiliki orang tua yang begitu sayang dan begitu mendukung dirinya untuk meraih mimpinya. Risa kemudian maju dan memeluk kedua orang tuanya yang sangat ia sayangi. “Terima kasih ayah,..terima kasih,ibu”. Ketiganya berpelukan, sementara ibu Risa pun pecah tangisnya.

“jaga baik baik dirimu ya, nduk….Bapak dan ibu selalu mendukung dan mendoakanmu”

Risa mengusap air matanya saat mengingat hal tersebut.

“Ayah, bu..Risa akan baik baik saja disini. Bahkan, angin sudah menyambut Risa disini…” Ujar Risa lirih, sambil merentangkan tangannya. Ia tersenyum, mencoba bersahabat dengan angin di tempat baru yang baru saja ia tapaki.

“Anu,..mbak…kopernya mau ditaruh dimana?”

Pak Taksi bertanya hati2 pada Risa yang sedang diam mematung, tersenyum sambil membuka tangannya lebar2.. Untuk beberapa saat, suasana pun senyap.

Secepat kilat Risa membetulkan sikapnya. Wajah merahnya nggak mampu menyembunyikan betapa ia malu dilihat saat ia sedang ber katarsis dengan alam. Kelabakan, Risa berusaha menjawab pertanyaan pak supir walaupun ia nggak tau apa yang mau dijawab. Semua blank. Dan pak supir pun diam2 menahan senyum.

“ Aaa,..aanu pak,,di..ditinggal disini saja,..terima kasih,pak…ini uangnya…” jawab Risa, malu dan gugup.

‘Wah, mbak pantesnya jadi penyair atau penari,mbak.hehehe,..terima kasih,mbak” komentar pak supir sambil menerima uang dari Risa.

Risa tidak menjawab, ia hanya tertunduk malu setengah mati.

*************************************************************

Butuh kira kira satu jam untuk sampai ke kampus di ujung utara kota Semarang dari tempat dimana kini Risa sedang berdiri, tepatnya di kawasan industri Terboyo. Walaupun tertata dengan puluhan bangunan maupun gedung dan pabrik, kawasan industri ini juga memiliki fasilitas pendidikan, mulai dari TK hingga salah satu universitas terbesar di kota ini. Abdiel baru saja melangkah keluar dari fakultas tempatnya akan menempuh pendidikan selama beberapa tahun ke depan, hingga dia dapat dikualifikasikan sebagai seorang dokter.

Masa registrasi baginya sangat menyiksa. Abdiel yang terbiasa berada di dalam lingkungan sekitarnya yang personal, kini harus berhadapan dan memaksanya untuk berinteraksi dengan banyak orang. Abdiel merasa kikuk, dan jauh dalam hatinya ia tidak tahu harus bagaimana. Namun syukurlah, Abdiel berhasil menyelesaikan segala kebutuhan administrasi untuk registrasi ulang untuk mengetahui NIM ( nomor induk mahasiswa), kelompok, serta jadwal kuliah yang akan dimulai beberapa minggu lagi. Setelah selesai, Abdiel segera keluar dengan sedikit langkah tergesa, dari gedung registrasi. Abdiel menuju tempat parkiran mobil, dimana sebuah BMW menunggunya. Sesaat setelah Abdiel terlihat, Pak Karno, supir keluarga Abdiel yang sudah puluhan tahun mengadi di keluarga Abdiel, keluar dari mobil dan menyambut anak majikannya. Pak Karno tersenyum dan membuka pintu belakang buat Abdiel.

“ Sudah selesai, den?”

Abdiel segera masuk ke dalam mobil, dan merebahkan dirinya di dalamnya, dan menarik nafas lega.

“ Mama telepon tadi, pak?”

“Iya, den. Tadi juga papa aden telepon, menanyakan sudah sampai mana” Jawab pak Karno yang sudah masuk ke belakang kemudi.

Pak Karno kemudian menyalakan mobil. Suara mobil yang halus, nyaris tak terdengar, menandakan bahwa mobil siap untuk dijalankan. Dengan mulus, mobil berputar, mengelilingi kampus lalu kemudian keluar lewat jalan yang sama ketika mereka masuk ke kampus, namun dengan jalur yang sudah di bagi dua, yaitu untuk kendaraan yang masuk dan kendaraan yang akan keluar. Petugas yang ada disana dengan sigap membantu pak Karno untuk menyeberangkan jalan. Kondisi jalan yang ramai, terutama dengan kendaraan roda dua, roda empat serta truk hingga kontainer begitu memenuhi jalan di depan kampus tersebut. Maklum, karena daerah ini merupakan kawasan industri yang super sibuk.

Pak Karno menyetir mobil dengan tetap tersenyum. Tanpa melirik tuannya di belakang, pak Karno mengkonfirmasikan sesuatu.

“ Aden sudah siap kuliah?”

Abdiel terdiam. Mukanya sedikit menyiratkan rasa kurang suka yang berusaha disembunyikannya. Namun pak Karno yang sudah begitu mengenal Abdiel, melihat gejala ini. Pak Karno tersenyum.

“Aden sudah dewasa sekarang. Sudah saatnya aden melihat dunia dengan mata kepala sendiri”

Abdiel tetap terdiam. Ia kemudian mengalihkan pandangannya, memperhatikan laju lalu lintas yang sibuk, saat pak Karno membelokkan mobilnya masuk ke arah jalan tol.
“Abdiel nggak ngerti, pak. Kenapa papa pengen Abdiel kuliah di tempat seperti itu. Padahal Abdiel kira, Abdiel bakal nyusul kak Arum ke states”

Kak Arum yang disebut Abdiel adalah kakak perempuan Abdiel, 3 tahun lebih tua dari Abdiel, dan kini tengah menjalani program profesinya di bidang hukum di sebuah universitas di Iowa.

“Papa aden tentu punya alasan tersendiri. Apalagi dengan masuknya Aden ke Fakultas kedokteran, akan ada dokter lain di keluarga aden, selain mama aden” jawab pak Karno.
Ayah Abdiel adalah seorang pengusaha di bidang properti yang cukup ternama, sedangkan ibu Abdiel adalah seorang dokter yang megambil spesialisasi di bidang jantung.

“Iya. Tapi apa di states nggak ada fakultas kedokteran? Kan enak, bisa kuliah sama kak Arum” jawab Abdiel bertopang dagu. Ada sedikit nada protes di dalamnya, maka pak Karno terkekeh kecil saat mendengarnya.

“Kita mau kemana,pak?”

“Langsung ke lokasi tempat kos aden. Ini alamat kos yang direkomendasikan langsung dari teman papa aden, jadi pasti menyenangkan”jawab pak Karno sambil matanya terus berkonsentrasi ke arah jalan.

Abdiel diam. “Pak. Aku pengen jalan jalan dulu”

“Waah,..saya ndak berani,den. Tadi papa aden sudah pesan, begitu aden selesai di kampus, langsung disuruh antar aden ke tempat kos. Nanti kalo jalan jalan dulu, terus papa atau mama aden telepon, nanti pulangnya saya yang dimarahi,den” Pak Karno menanggapi keinginan tuan mudanya ini dengan senyum.

Pak Karno paham, bahwa semua kondisi ini membuat tuan mudanya tidak nyaman. Jauh dari keluarga yang selama ini selalu ada di sampingnya, jauh dari lingkungan nyaman yang selalu memenuhi segala keinginan Abdiel, dan kini seakan Abdiel begitu saja “terdampar” di kondisi dimana seakan Abdiel sendiri harus menghadapinya. Pak Karno begitu memahami keinginan orang tua Abdiel terhadap diri Abdiel, termasuk mengapa Abdiel dikuliahkan di universitas tersebut. Maka dari itu, tidak ada kata lain selain memenuhi dan mendukung niat tuan besarnya terhadap anak bungsunya ini.

Mobil dengan lancar mengarungi jalanan tol kota Semarang yang panas siang itu. Pak Karno mengambil arah Tinjomoyo yang mengantarnya ke arah PLN Jatingaleh. Setelah berhati hati megambil jalur kiri, mobil meluncur menuju daerah GOR Jati Diri. Setelah beberapa saat, mobil mengambil arah kanan, di salah satu gang yang cukup lebar untuk kendaraan roda empat sekalipun. Tidak butuh waktu banyak untuk pak Karno menemukan alamat yang dicari. Mobil kemudian berhenti di seberang alamat yang dituju. Abdiel yang sempat tertunda perhatiannya dengan gadgetnya, turun dari mobil tepat di hadapan rumah yang akan dijadikannya tempat kos selama ia kuliah nanti. Dalam hati, semua ketidak nyamanan mulai menyerang Abdiel.

“Aku tidak suka tempat ini”

Abdiel berkata kecil dalam hati.

*************************************************************

Suasana panas kota Semarang tak menyurutkan langkah Nanda untuk berganti dari satu angkutan kota ke angkutan kota yang lain. Dengan menenteng tas punggung hiking berukuran besar, tidak menjadikan masalah Nanda untuk terus menggendongnya. Nanda terus mengunyah permen karet yang sedari tadi sudah ada di dalam mulutnya. Wajahnya kusut, penuh keringat. Namun, Nanda tetap saja cuek mengunyahpermen karetnya sambil bersenandung kecil. Matanya liar penuh rasa ingin tahu, memperhatikan apapun yang dirasa tampak menarik baginya.

Nanda bergelantungan di tengah bis kota yang membawanya ke sebuah daerah sejuk di kota Semarang. Sesekali Nanda harus berjibaku, menahan tubuhnya agar tidak ikut jatuh di saat bis tiba tiba mengerem mendadak. Banyak penumpang yang mengumpat kecil atas kejadian tersebut, namun Nanda nyengir nyengir saja menanggapinya.

“Kiri, kiri!”

Penumpang bis tepat di sebelah Nanda berteriak ke arah supir bis agar memingirkan kendaraannya. Kernet segera saja berteriak sambil melambai lambaikan tangan ke sisi jalan, yang terkadang seenaknya saja memotong jalur kendaraan lain. Penumpang itu segera beranjak, Nanda tidak melepaskan kesempatan ini. Pada saat yang sama, ada seorang laki laki yang menginginkan hal yang sama dengan nanda, yaitu duduk di kursi yang kosong tersebut.

“Eits!”

Namun ia kalah cepat dengan Nanda yang segera saja duduk di kursi yang ditinggalkan oleh penumpang yang turun barusan. Si laki laki Nampak menatap mata Nanda dengan tatapan tak senang. Nanda nyengir sambil menjawab, “Maaf ya,mas. Yang cepat, yang dapat”. Si laki laki hanya geleng geleng kepala tak senang, dan segera kembali bergelantungan di tengah jalur bisa. Nanda tersenyum menang. Tak lama kemudian, tas besarnya ia taruh di pangkuannya. Sambil nyengir nyengir, Nanda melepas topi buluk yang sedari tadi dipakainya untuk ia gunakan mengipas bagian wajah yang terasa gerah. Lebih tepatnya Nanda mengipasi semua bagian yang bisa ia kipasi. Nanda nyengir bahagia saat angin kecil menerpa wajahnya.

Saat saat ini, Nanda kembali teringat kota tercinta yang baru saja ia tinggalkan. .. Jogjakarta.

Nanda masih ingat, bagaimana ia ribut hebat dengan ayahnya, yang kemudian berakibat kaburnya Nanda dari rumah orang tuanya di Kalimantan. Nanda yang notabene hanya membawa barang barang keperluannya saja, berkelana ke berbagai tempat, sebelum akhirnya ia tiba di Jogjakarta. Disana Nanda berteman dengan komunitas anak jalanan di Jogjakarta, dan hal ini kemudian menjadi surga bagi Nanda. Di tempat itu, Nanda belajar banyak hal tentang fakta hidup. Walau dengan seba keterbatasan, Nanda merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Nanda dapat menjadi dirinya sendiri, tanpa perlu ditentukan oleh orang lain. Untuk penghasilannya, berbagai macam pekerjaan sudah pernah ia jalani. Dari buruh kasar di pasar Beringharjo, pelayan di café dan bar, hingga berjualan gudeg di pinggiran jalan Malioboro.

Di Jogja, Nanda akrab dan dekat dengan mbok Lasmi, salah satu penjual nasi Gudeg kaki lima di Malioboro. Nanda yang memang gemar kuliner ini, merasakan bahwa gudeg mbok Lasmi berbeda dengan gudeg yang lain. Namun saying, mbok Lasmi harus kalah dengan restoran cepat saji yang dengan angkuhnya menghimpit emperan kaki lima mbok Lasmi, sehingga menjadikan posisi emperan mbok Lasmi tidak lagi strategis. Belum lagi harga uang sewa tempat yang dipungut secara liat yang makin bulan makin meningkat, memaksa mbok Lasmi untuk dapat berjualan di berbagai sudut emperan kota Jogjakarta.

Nanda cukup beruntung, setelah ia nekat mengajukan diri untuk menjadi kuli cuci piring, secara perlahan Nanda semakin disayang oleh mbok Lasmi. Dari mulai mencuci piring bekas makan, meningkat menjadi menyiapkan minuman, mencatat pesanan pelanggan, hingga ikut membantu mbok Lasmi meramu gudeg dagangannya. Nanda yang rajin dan supel, membuat mbok Lasmi tidak pernah kesepian, sejak dirinya sebatang kara hidup di Jogjakarta, setelah suaminya meninggal, dan anaknya pergi pada suatu hari entah kemana meninggalkan ibunya sendiri di kota itu.

Mbok Lasmi yang kemudian mengajak Nanda untuk tinggal bersamanya di gubuknya, yang kemudian disambut gembira oleh Nanda, mulai mengajarkan segala keahliannya mengolah gudeg kepada Nanda. Dari sinilah, Nanda kemudian dapat meringankan beban mbok Lasmi dalam menyiapkan bahan bahan hingga menjadi masakan jadi untuk dijual keesokan harinya, apalagi setelah mbok Lasmi mulai sering sakit sakitan.

Hingga suatu malam, saat kondisi mbok Lasmi makin menurun, Nanda yang beberapa hari sebelumnya dengan bantuan teman temannya, berusaha mengumpulkan uang untuk Nanda, agar mbok Lasmi dapat berobat ke dokter dan minum obat, berusaha untuk meyakinkan “ibu’nya tersebut, untuk mau diperiksakan ke dokter. Mbok Lasmi hanya tersenyum serta menggeleng lemah ke arah Nanda yang mulai menangis itu. Tangan lemah mbok Lasmi meraih tangan Nanda yang mengenggamnya erat.

“Nduk,..” Panggil mbok Lasmi kepada Nanda, dengan panggilan sayangnya kepada Nanda.
“I,.iya,mbok..” Jawab Nanda dalam tangisnya. Makin erat Nanda mengenggam genggaman wanita yang amat dicintainya ini.

“Menungso,.. Manusia itu nduk,..sudah punya takdir masing masing,,.punya garis takdir yang harus dijalaninya…Gusti Pangeran sudah mengaturnya,..”
Mbok Lasmi terbatuk lemah.

“Aku yang sudah sendiri di dunia ini, tidak menyangka,..bahwa garis takdirku berseberangan denganmu,nduk..cah ayu yang ndak aku kenal,..bahkan rumahnya jauh dari sini,…”

Nanda mendengarkan sambil terus menangis sesengrukan. Sementara, gubuk semi permanen mbok Lasmi di samping kali yang telah menjadi landmark kota Joga itu makin banyak dipenuhi oleh warga setempat. Kebanyakn dari mereka, ibu ibu yang memakai kerudung. Beberapa diantaranya ada yang ikut masuk di ruangan tidur sempit nanda dan mbok Lasmi. Beberapa diantaranya bahkan sudah mulai membaca ayat ayat suci al-Qur’an.
“Gusti Pangeran memang selalu memberikan yang terbaik,..mbok tahu itu,..mbok mendapatkan hal yang terbaik buat mbok,..justru di saat mbok tidak punya siapa siapa lagi,..Kanjeng Pangeran mengirimkan kamu untuk mbok,nduk…” Ujar mbok Lasmi tertatih tatih, namun tetap memaksakan tersenyum kepada Nanda.

Suara bacaan ayat suci al-Qur’an makin membahana di ruangan itu. Hal inilah yang membuat Nanda makin kalut.

“Mbookk..jangan tinggalin Nanda,mbook..Nanda masih butuh mbok..masih perlu mbook,..jangan tinggalin Nanda mbook,..”

Mbok Lasmi tersenyum. Dengan lemah, tangannya susah payah meraih kepala Nanda. Di elusnya dengan sayang kepala Nanda.

“Mbok nggak pernah ninggalin kamu,nduk..mbok akan selalu bersama kamu nduk,..” jawab mbok Lasmi sambil terus tersenyum.

“Jadilah manusia yang berguna untuk orang lain,nduk..selalu ikhlas, nrimo, sabar,..dan jangan pernah menyerah,..disaat kamu merasa sendirian,ingatlah selalu Gusti Pangeran,nduk..IA akan selalu memberikan jalan keluar untuk semua umatnya yang tidak pernah menyerah,..”

Tangisan Nanda makin pecah di kala ia merasakan genggaman wanita yang amat dicintainya ini melemah.

“Kamu itu kuat nduk,mbok tahu itu…”

Dan setelah itu, gengaman tangan mbok Lasmi jatuh di pangkuan tubuhnya yang renta, seiring dengan hembusan nafas panjang terakhir mbok Lasmi.
Nanda yang tidak percaya hal itu, menangis sejadi jadinya. Ia mendekap erat jasad mbok Lasmi, sambil terus memanggil manggil nama mbok Lasmi. Bujukan warga di belakangnya tidak didengarnya lagi, yang ia tahu, ia kini telah kehilangan satu figure yang tidak pernah ia dapatkan seumur hidupnya, yang mampu memahami dan mencintai dirinya secara penuh. Ibarat kata, malam itu, Nanda telah kehilangan dunianya.

Satu tahun berlalu sepeninggal mbok Lasmi.

Nanda berdiri dengan mantap, melambaikan tangannya kepada teman teman jalanannya yang mengantarnya pergi. Stasiun Jombor siang itu nampak seperti sekumpulan orang yang melakukan demonstrasi. Terlihat baik lelaki maupun perempuan dengan berbagai gaya mereka, punk, pengamen, mahasiswa, dan banyak lagi. Mereka semua berwajah cerah penuh haru, mengantarkan salah satu sahabat mereka untuk mengadu nasib di kota Semarang, ibu kota jawa tengah.

Kepergian Nanda bukannya tanpa sebab. Sebelum meningal, mbok Lasmi sempat bercerita bahwa ia memiliki sahabat yang sudah dianggapnya saudara di sebuah daerah perbukitan di kota Semarang. Sahabatnya ini tempatnya ia biasa berbagi, namun harus berpisah perkara sahabatnya pindah ke kota Semarang. Bahkan mbok Lasmi pernah berpesan, apabila Nanda memutuskan untuk kembali berpetualang, Nanda diharuskan pergi ke tempat sahabatnya itu. Mbok Lasmi bahkan, sempat memberikan alamatnya kepada Nanda.
Dan kini, Nanda sudah berada di daerah yang dimaksudkan tersebut. Setelah beberapa kali bertanya, dan berjalan, Nanda makin mendekati alamat yang dimaksudkan. Langkah Nanda pun berhenti dengan mantab, saat ia berhenti di sebuah rumah, dimana ada 4 orang lagi yang juga ada disana.

Tersenyum, Nanda melihat ke atas langit. Matanya berkaca kaca.

“Mbok,..aku sudah sampai,..”

**********************************************************************

“Mas, sampeyan dimana?”

Dawo diam. Tangan kirinya tetap memegang telepon selular yang ia tempelkan di telinga kirinya. Seseorang berbicara dengannya melalui telepon itu.

“Mas, jangan khawatir. Saya ndak akan bilang ke siapapun. Saya cuma khawatir sama mas. Udah 2 tahun mas ndak ada kabar, telepon terakhir saja mas..”

“Run,. Aku baik baik saja. Sampaikan saja yang tadi saja, aku minta tolong ya” potong Dawo.

Orang yang Dawo sapa dengan sebutan Run tadi, cepat cepat menjawab.

“Mas, ndak usah kawatir, pasti saya sampaikan. Cuma, sekarang sampeyan ada dimana?biar saya ketemu sebentar sama mas. Biar saya bantu mas seperti mas sudah bantu saya. Bilang mas ada dimana sekarang, saya belum bilang terima kasih sama mas,..”

Dawo kembali diam mendengar ucapan orang di seberangnya.

“Terima kasih,Run. Ndak usah. Kamu baik baik saja disana. Sudah ya, aku tutup,”

“Mas! Mas bakal pulang to? Suatu hari bakal pulang,kan??”

“……………”

“…Mas,..nomor saya bakal terus aktif sampai kapanpun,..kapanpun mas butuh saya, telepon saja,mas. Beritahu saya..”

“…..Makasih,Run..nomor ini ndak usah kamu simpen. Aku pergi dulu”

Tanpa menunggu jawaban, Dawo mematikan telepon selulernya. Lalu ia membuka casing, dan mengambil kartu kontaknya.

Dawo menarik nafas panjang pelan pelan. Matanya memandang ke sekitarnya. Sudah sejak siang tadi ia tiba di ibu kota propinsi Jawa Tengah ini. Ketibaannya di terminal besar kota ini, tak membuatnya asing meskipun ia baru saja menginjakkan kakinya di kota ini. Ia sudah terlalu akrab dengan kondisi terminal yang panas, ramai, sesak dan kumuh. Tak ada yang berbeda. Semua terminal punya bau yang sama, begitu pikir Dawo dalam kepalanya.

Dawo tak ingat lagi sejak kapan ia mulai berpindah dari satu kota ke kota yang lain. Yang ia ingat, hanya itulah yang harus ia lakukan. Pergi sejauh jauhnya.
Dada Dawo tiba tiba terasa sesak. Dawo kemudian mengatur nafasnya kembali. Dawo berusaha mengenyahkan fikiran yang sedang menyerangnya sekarang.

Tak ada lagi. Semua sudah berlalu. Aku sudah tidak lagi berhubungan dengan itu semua!

Dawo kemudian merogoh saku celananya. Sebuah kertas kusam, tak kalah dengan penampilan Dawo saat ini, dibukanya. Nampak sebuah alamat tertera disana. Alamat yang ia dapatkan saat dirinya berada di kota Solo beberapa waktu lalu. Dawo kemudian bergegas berjalan, bertanya kepada kondektur tembakan yang lewat di depannya. Dengan arahan yang jelas, Dawo mengangguk mengerti. Ia kemudian segera menuju tempat angkutan kota yang akan mengantarnya ke tempat tujuannya. Dengan langkah lambat namun mantap, jemari Dawo memilin kartu kontak yang sedari tadi dipegangnya, dan kemudian membuangnya di tempat sampah.

“Jatingaleh! Jatingaleh!”

Teriakan kondektur memaksa Dawo untuk sedikit berlari, kemudian melompat ke dalam bis. Ia kemudian memilih tempat duduk paling belakang, dan duduk diam, sambil matanya memandang jauh keluar, melalui jendela di sampingnya.
Bis mulai berjalan pelan meninggalkan terminal diiringi teriakan tanpa henti kondektur yang menginformasikan tujuan bis kepada calon penumpang yang bisa berada dimanapun di sekitaran lingkungan terminal. Sementara, tak jauh dari situ di sebuah warung kopi, pemiliknya sedang duduk santai selonjoran di sebuah kursi, sambil menikmati rokok dan kopi. Suasana bising di terminal tak menyurutkannya untuk menikmati suasana, termasuk menikmati berita siang dari tv 14 inci yang terpasang sedikit tinggi di atas kepalanya. Presenter cantik yang membawakannya, membuatnya terkekeh, menampakkan sedikit gigi yang menguning karena tembakau atau entah apa. Sayup sayup suasana terminal yang akrab di telinganya melenakannya di dalam kesantaiannya, salah satu kenikmatan hidup yang diberikan Tuhan kepadanya.
…………………………..

“…pembunuhan terhadap anggota geng di Kota Solo baru baru ini disinyalir sebagai salah satu kejadian paling berdarah yang pernah terjadi. Berikut akan kita dengarkan laporan dari reporter Indriana yang kini berada di lokasi,.. Silahkan Indriana,..”

………………………………………………………………………………………………

Jumat, 09 Desember 2011

DUNIA KITA /Chapter 0

introduction

About the concept,..

Sebenarnya, konsep cerita ini sudah ada sejak jaman kuliah dulu. Waktu itu, ide ini muncul gitu aja setelah dengerin salah satu lagu dari band favoritku sejak jaman kuliah dulu, Cherry Bombshell, tepatnya album mereka yang kedua. Cherry Bomshell ini band indie dari Bandung, yang menurutku punya warna musik yang beda. Padanan lirik, aransemen yang “anime banget”, ditambah lagi warna vokal yang manis, semanis vokalisnya, waktu itu masih teh Widi, langsung bikin aku kesengsem. Judul lagu mereka yang langsung menginspirasi aku untuk bikin cerita ini adalah Dunia.

How it comes out?

Gila kalo kepikiran sekarang ma. Gimana nggak? Dari lagu itu aja, yang pertama yang aku bayangin adalah opening dari series / sinetron / ftv, apalah istilahnya, lengkap dari intro, outro, sampai dengan potongan klip adegan filmnya. Dari situ juga langsung tersusun mulai dari pengenalan karakter, jalan cerita, twist dan endingnya sekaligus. Bahkan aku juga nambahin satu versi the movienya yang ngambil jalan cerita di tengah serinya nanti. Lebih gila lagi, aku juga udah langsung merancang season keduanya, dimana tokoh utamanya berganti, dan tokoh lama dari Dunia Kita yang pertama juga muncul, tentu dengan bertambahnya usia mereka. Pede banget,ya?hehehe..

Where it comes out?

Nggak berapa lama juga, aku mutusin judul Dunia Kita sebagai perlambang cerita yang aku bangun di seri ini. Sejujurnya, aku nggak punya judul lain untuk kandidat. Judul Dunia kita muncul gitu aja setelah aku ber katarsis, ngayal kemana mana mbayangin jalan cerita dan tokoh tokohnya berjalan,..Pufft! keluar kayak kentut, gitu aja..^^

What is Dunia Kita?

Dunia Kita, sebenarnya adalah cerita sederhana 5 orang manusia yang pada awalnya nggak saling mengenal satu sama lain. Namun, dipersatukan “nasib” yang bernama tempat kos, mereka ber 5 akhirnya saling mengisi satu sama lain, saling membahu satu sama lain, karena lama kelamaan mereka menyadari bahwa mereka saling membutuhkan. Jalan yang mereka tempuh nggak mudah. Selain mereka harus berhadapan dengan masalah baru yang timbul, mereka juga “dipaksa” untuk berhadapan dengan apa yang seringkali kita hindari dan ingkari, yaitu masa lalu.

Nah, dari persilangan inilah, timbul dari diri mereka apa yang dinamakan tali nasib, menyusuri benang nasib mereka yang simpulnya mungkin ada pada orang lain, sebelum benang tersebut baik adanya. Simpelnya, Dunia Kita, cerita sederhana tentang manusia manusia yang mencoba berjuang menghadapi nasib sekuat tenaga mereka bersama sama.

Who is the casts?

Dunia Kita terdiri dari 5 karakter utama, which is:

1. Abdiel


Mahasiswa Kedokteran Universitas Sultan Agung, semester pertama. Abdiel atau biasa dipanggil Dil ini, tipe anak baik baik. Rajin, pintar, ramah dan tampan, membuat Dil sangat disukai oleh siapapun. Nyaris tanpa cela, meskipun Dil ini bisa jadi sangat pendiam, tidak percaya diri, terkadang latah, moody dan sangat pasif, diperkirakan karena Dil punya masa lalu yang kurang baik dengan orangtuanya yang sangat protektif. Dil sangat ketakutan terhadap 2 hal di dunia, yaitu kecoa dan cewek.

2. Nanda


Anak tunggal dari pengusaha kaya asal Kalimantan. Nanda memilih kabur ke Semarang, dan bertekad menunjukkan bahwa dia bisa hidup dan mencari uang dari usaha dan keringatnya sendiri kepada orang tua dan saudara saudarnya. Nanda bekerja apa saja, asal halal, yang bisa dikerjakan, dan menjual apa saja yang bisa dijual. Baginya, bisnis adalah nafas dalam hidupnya. Mungkin hal ini keturunan dari keluarganya yang memang rata rata pengusaha itu. Nanda sangat cekatan, keras hati, terkadang bisa sangat nyablak, jujur –bahkan kejujurannya bisa mendatangkan masalah untuknya, dan sangat tidak mau mengalah dalam hal apapun. Sifat Nanda bisa menjadi hal yang dijauhi oleh orang orang yang nggak mengenal Nanda dengan baik, namun bagi yang sudah mengenalnya, Nanda adalah teman yang baik, sangat setia kawan dan nggak mau ambil pusing sama hal hal yang dianggapnya remeh. Easy come, easy go. Mungkin itu deskripsi yang tepat buat menggambarkan sifat Nanda sehari hari. Saat ini, Nanda sedang bekerja serabutan sebagai pengusaha makanan kecil di berbagai PKL di kota Semarang.

3. Risa


Risa adalah perwujudan dari apa yang cowok bisa bayangkan untuk dimiliki. Cantik, pintar, baik, namun terkadang naïf, dan sangat kalem. Kalo bicara, suaranya bisa sangat pelan. Maklum, mungkin itu bawaan dari didikan keluarganya yang masih punya darah biru dari keraton Solo. Risa yang kini terdaftar sebagai mahasiswi semester pertama fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, sangat suka sama yang namanya kesenian. Untuk informasi, Risa sangat piawai kalo udah urusan tarian Jawa dan nembang Jawa. Meskipun seperti itu, seni modern juga Risa kuasai. Pokoknya, she’s totally fallin in love about arts! Risa punya sifat sangat suka berteman. Cuma, kadang kadang dia nggak tau bagaimana mengatakannya atau mengungkapkannya. Risa terlalu takut untuk memulai. Risa berkeinginan, ia dapat punya teman dari berbagai belahan negara. Menurutnya, hidup terlalu terbuang percuma kalau yang dilihat dan dirasakan itu itu saja. Risa memutuskan untuk kuliah di Semarang, daripada menerima tawaran orang tuanya untuk kuliah di negara lain, karena ia merasa ia belum mengenal negaranya dengan baik. Risa berkeinginan untuk dapat berkeliling Indonesia, sebelum ia berkeliling dunia. Oya, impiannya yang nggak pernah disampaikan kepada siapapun, bahkan ke orangtuanya adalah, ia ingin bertemu dengan prince charmingnya yang berkuda putih dan membawanya pergi ke ujung dunia, hihihi…

4. Agus


Seandainya ada penghargaan manusia paling nyablak di Universitas Katholik Soegijapranata, maka Agus adalah juaranya. Agus yang dari Tionghoa – Jawa ini, berasal dari kota Kudus, 75 km ke arah utara dari kota Semarang. Orangnya sangat outgoing. Manusia fakultas Hukum semester 6 ini, sebenarnya pandai. Analisa dan kritiknya terkenal tajam. Namun semua itu ditutupi dengan sifatnya yang se enaknya sendiri, terkesan pemalas, dan sangat menyukai kegiatan apapun yang determinasinya berhubungan dengan kalimat: “Santai”. Agus sangat menjunjung rasa kesetiakawanan. Ia bahkan pernah dikeroyok rombongan anjing yang saat itu sedang mengeroyok seekor anjing yang sedang melindungi temannya yang lain. Agus kecil rela berkelahi dengan anjing anjing yang lebih besar darinya, dan hasilnya sempat di rawat inap selama seminggu karena dugaan rabies. Dibalik sikapnya yang santai pula, Agus bisa jadi sangat serius apabila berhubungan dengan teman temannya yang sedang kesusahan. Ia akan melakukan apapun untuk membuat temannya tersebut bisa keluar dari masalahnya. Agus sangat nggak suka formalitas. Menurutnya, itu buang buang waktu saja. Kalo iya bilang iya, kalo nggak bilang nggak. Simpel. Walau berperawakan kecil, Agus bisa jadi sangat pemberani, walau sebenarnya ia sangat takut berkelahi. Namun ada hal yang lebih menakutkan lagi baginya. Jangan sekali sekali menyuguhkan film tentang kuntilanak atau cerita pocong, karena ia sangat takut dengan apapun yang berhubungan tentang hantu!

5. Dawo


Tidak banyak yang diketahui tentang Dawo, bahkan disinyalir, nama aslinya bukanlah Dawo. Yang paling tertua dari ke empatnya, Dawo sangat tertutup. Ia bicara apabila diperlukan, bila tidak, ia lebih memilih diam. Jarang terlihat tersenyum, dan lebih memilih menyendiri. Untuk hidupnya, Dawo memang bekerja, namun tidak diketahui dengan pasti, apa pekerjaannya. Nampak lebih senang menghindari keramaian, dan kalaupun terlihat sedang bersantai, Dawo lebih sering terlihat tertidur. Ekspresinya selalu terlihat murung, seperti sedang menanggung beban berat masa lalu di punggungnya. Akan sangat berat tampaknya untuk membuka hati Dawo kepada teman temannya. Namun seiring berjalannya cerita, kita akan melihat bahwa dibalik semua penampilannya, Dawo sangat menyayangi ke empat temannya tersebut, dan diam diam, menjaga mereka dengan caranya sendiri.

So?,..

Final words, Dunia Kita adalah salah satu impianku untuk mewujudkan ide yang udah lama banget ngendon di kepalaku ini. Blog ini buat sekarang sih,media yang tepat buat aku publish karyaku, dimulai dari Dunia kita. Harapanku sih, semoga Dunia Kita bisa jadi bacaan yang cukup menarik untuk dibaca, dan semoga dengan selesainya proyek ini, aku sendiri bakal lebih terpacu untuk nulis ide ideku yang lain.

Aaamiiin,..

Buat semua doa dan dukungan teman teman semua, aku ucapin banyak banget terima kasih yang nggak terhingga. This story I presented to you all.
Buat Panda ku tersayaang, I dedicated this story for you, since you’re the inspiration to brings, again, this story up from the underworld^_^…

Dunia Kita, hanya di www.dannypunyacerita.blogspot.com

Kamis, 08 Desember 2011

Here i am! 2011 NOTES!

Gilaaaa,,..

Lagi lagi aku lupa password blogku satunya,.. malah yang ini sekalian lupa sama emailnya,..gilaaaa...
Untung, blog yang ini masih bisa kebuka. Oke,deh. Tahun depan ini, i will start with a story about 5 people who fights agains their life. FYI, semua karakter yang aku pake sebagai model, semuanya nyata. Cuma, deskripsi dan karakternya berbeda,tentu saja. Mudah2an, semua yang aku hubungi bakal ngijinin ( 2 of them wa agreed already,yey! ).

So, until the next entry! Thank you for comin' and readin'!

Sabtu, 03 April 2010

Hai!!! ^^/

04/04/'10 10:20 WIB

'Lets us dare to think, read, speak, and write'


Assalammualaikum,..

Ah, kangen banget aku nulis disini. Kayak udah ribuan taun aku ga nulis dan aku kangen banget ma blog satu ini. Biasanya, blog2 yang lama gak tahan lebih dari 3 bulan. Tapi untuk yang ini, insya ALLAH, selama mungkin aku akan coba nulis, nulis dan nulis, about everything and anything. Umm, mungkin ada yang bertanya, kenapa aku lama gak nulis kemaren2 ni? Oke, gini. Salah satu alasanku, semangatku buat nulis blog ini telah gone (halah. Bahasa apa ini?^^) waktu itu. Terus terang, aku seketika 'blank',ga tau kudu nulis apaan lagi. Mungkin tulisan tentang itu, bisa temen2 liat di 2 blog terakhir kemaren. Aku juga sempet jadi males dan apatis buat nulis. What for? Gitu pikirku waktu itu. Tapi semua itu berubah, waktu kembali di sadarkan oleh sebuah cover buku (yg belum sempat aku beli waktu itu. Maklum. Dompet tipis^^) yang judulnya, 'MENULIS ITU SEMUDAH BICARA'. Karya siapa? Aku gak sempet merhatiin sedetil itu^^
Dari cover buku itu, aku jadi sadar kembali, alasan kenapa aku menulis, ...alasan kenapa aku membuat blog ini. ternyata, kepuasan mendapatkan 'sesuatu' dengan menulis, lebih hebat dampaknya, ketimbang aku harus berhenti nulis 'cuma' gara2 satu atau dua hal. aku jadi malu. Dengan kejadian ini, menunjukkan bahwa aku tu masi nubi banget ^^"
Jadiii, here i am. Im back. And whatsoever. Aku kembali menulis lagi.
Banyak hal, yang pengen aku share sama kalian, termasuk rencana memasukkan draft2 atau skript2 filmku yang tercecer di banyak tempat. Bukan, bukan pengen pamer,.Aku masi nubi, jadi apa yg sebenarnya mau dipamerin? ^^" Aku pengen share ke temen2 semua. Siapa tau, setelah baca2 draft/script-ku, temen2 ada yang mau kasih masukan atau terinspirasi gitu, sehingga dijadiin film, ho ho ho!
Oke, deh. Segini dulu untuk hari ini. I'll try to keep write, and write, and write,... because this is me and i really love to do it^^
Mohon bantuan dan kerjasamanya,.. Terima kasih...!
Wassalammualaikum,..

Tabee,..


-TheStupidGreatestPoetsWannabeBear-

Senin, 01 Maret 2010

.............

02/03/'10 10:19


Welcome March!


..............

.................


..........................


What should i write to???




UUuggh,...

Uhhm,...

Hmmm,....

Heeeee,......


??????????????????


??????????????????????????????????





-TheConfusedInsideAndOutsideBearisM-

Rabu, 24 Februari 2010

Feeling Sad ...

Alone,,.


Tired,.



Sick,..



Rejected,..



....Enough,..




Just,...leave me alone...





-IaMaVeryVeryStupidBearEverExist!-

25/02/2010 13:15

Selasa, 23 Februari 2010

Dinda dan Rama : Rhytm Of The Rain


*Aku,Dinda & Hujan*

09:20 24 Februari 2010


Hujan turun deras, pagi ini. Butiran2 air seakan nggak ada habisnya, turun menghantam tanah, dan orang2 yang berlarian dibawahnya. Saking derasnya, sampe2 jarak pandangku nggak ada 2 meter ke depan.
Aku berdiri sendiri, berteduh di emperan kampus, ngeliat gimana temen2ku, dosen, dan orang2 yang terjebak di tengah ujan, berusaha biar nggak keujanan. Hahaha! menarik juga ngeliat tingkah mereka. Ada yang tenang2 aja sambil nyari posisi yang enak buat berteduh, ada yang lari2 kecil sambil jejeritan (ni cew yang jerit gitu^^), ada juga yang mengumpat2 menyalahkan hujan sambil cepat2 berlari nyari tempat berteduh. Jadi ngebayangin dia nyumpah2, sambil ngacung2in tangan ke atas langit, terus ada "hukuman" dari langit berupa sambaran kilat, directly ke orang itu, dan abis itu, tinggallah si orang marah2 itu, terbengong2 sambil semua badannya angus kena sambaran petir, khi khi khi...!
Ah. Ujan makin deras. Aku dekap erat banget tas yang isinya kertas2 desainku. Bisa celaka kalo sampe basah ato kenapa2. Bisa di jewer si bos nih, desain cover komiknya sampe harus mundur lagi (maafkan aku, bos^^). Sukurlah, aku udah dikasih cukup banyak side job yang semuanya masuk kesukaanku. karena selain ngedesain sana sini dan dapet duit^^, aku juga bisa sambil nyicil tugas akhirku. Pokonya, kudu lulus taun ini, lah. Orang udah telat 3 tahun T3T. Rata2, temenku udah pada kerja yang mapan, ato udah pada kimpoi gitu. Jadi aja, tiap kongkow, aku terus yang diledekin, hahaha! Sial tu anak2 pada!^0^

Brr! Gila aja! Udara makin dingin. Bawa jaket, siih,..tapi kayaknya gak ngaruh, apalagi cuma pake kemeja belel plus jins sobek dengkul kesayangan, pula. Tapi yang paling nggak enak, kalo udah masuk sepatu basah. Udah deh! mau apa2 gak enak rasanya, kayak sekarang ini. Aku cuma bisa pasrah aja ngeliat sepatu ketsku basah kuyup dan ada bunyi blub, blub, gitu tiap kali aku napak.

Oya, kenapa aku masi bertahan di emperan kampus ni, sedangkan aku bisa aja dari tadi ke warung Bu Janah, kongkow ma anak2 Canvas, dan ngegodain Siti, anak Bu Janah yang mirip Jupe itu?

Jawabannya adalah Dinda^^

Dinda Tunggaldewi, adalah alasannya. Yap. Cewek yang bisa bikin aku deg2an tiap ngeliat ini, emang alasanku untuk ngelakuin segalanya. Kayak, ngurangin waktu untuk kongkow gak jelas (eit! jangan salah! ada juga lho, klasifikasi kongkow yang jelas!), atau nguraingin kebiasaan ngerokok yang Dinda bilang, udah kayak kereta api aja kalo aku udah mulai "ngebul", hehehe.. Ni juga alesannya, aku kasian liat Dinda yang batuk2 kalo kita lagi jalan dan aku ngerokok saat itu. Atau! Ritme tidurku yang gak kenal jaman, apalgi kalo ada job, deadline, ato akunya yang keasyikan garap kerjaan, sekarang udah mulai teratur berkat Dinda yang sering ngingetin. Dengan kata lain, aku mulai teratur segala sesuatunya, dan kalian tau? Rasanya, MENYENANGKAN, ada orang yang merhatiin kita secara nggak berlebihan (that's my Dinda!^^), and top of that, merasa dimiliki dan memiliki orang lain^^.

Hahaha! Tapii,..kalo dibilang memiliki atau dimiliki kok, belum sejauh itu, yaa.. Tiap aku tanya ato singgung soal "jadian", tiap kali itu pula Dinda cuma diem, ato jawab yang standar gitu, kayak "belum tau, Rama..", atau "bisa kita ngobrol yang lain dulu?" atau "emang penting banget ya, kita jadian pa nggak?".
Kalo udah gitu, aku cuma bisa ngalah. Iyaa,aku tauu, .,..kesannya tuh, aku De Pasif, ato ga berani buat ngelangkah yang lebih jauh lagi. Tapi bukan itu alasannya!
Aku bukannya gak berani ato gimana. Aku sayang sama Dinda, dan itu sejujur2nya yang aku rasain. Aku lakuin apa aja buat Dinda. Aku pengen Dinda bahagia, lahir batin. Maka dari itu, aku pengen kalo (And GOD, i hope so!) Dinda setuju ma komitmen kami, aku pengen itu bener2 datang dari lubuk hatinya yang paling dalam. aku nggak mau ada perasaan intervensi apapun itu, kayak rasa kasihan, ato apalah. Aku nggak mau itu ada di tengah2 hubungan kami. Maka dari itu, walaupun keadaannya begini, aku tetep berusaha sekuat tenagaku menunjukkan kalo aku bener2 sayang ma Dinda. Sebisa yang aku mampu.

Ah. Itu dia Dinda! Hehehe,..Dinda diantara temen2nya. Dinda yang natural, ga suka dandan berlebihan. Dinda yang cantik banget dengan hanya rambutnya yang dikuncir kuda. Dinda yang nyaman dengan kaos, jaket dan celana jeansnya. Dinda yang selalu serius,tapi gak pernah nolak untuk ketawa lepas waktu aku becanda. Dinda yang keliatan berkelas, tapi nggak pernah nolak aku ajak jajan di pinggir jalan, ato bantu ngedorong motor CBku waktu keabisan bensin. Dinda yang selalu marah2 kalo aku mulai ninggalin kuliah dan terlalu fokus di kerjaan. Dinda yang selalu senyum manis, kalo aku bawain coklat kesukaannya, tapi abis itu cerewet banget nanya2 pake duit apa aku beli tu coklat, hehehe. Takut make uang kuliah, gitu katanya. Dinda yang berpendirian keras, tapi care sama semua orang...

Dinda yang aku sayang

Maka dari itu, mata ini cuma bisa ngeliat Dinda. aku nggak peduli ma temen cew disebelahnya yang kayak supermodel itu. Bukan sombong ato apa, tapi emang aku nggak bisa kayak gitu. Cuma ada Dinda di mataku. Cuma ada Dinda yang berlari2 kecil, sambil mendekap tasnya, memilih lebih melindungi buku dan catatan2 kuliahnya, ketimbang badannya sendiri. Aku pakai jaketku, dan langsung berlari menghampiri Dinda. Sambil aku buka payung buat Dinda, Dinda nyengir sambil nanya, apa udah lama aku nunggu dia. 1,5 jam molor dari waktu janjian, nggak ada apa2nya begitu ngeliat dinda cengar cengir manis, minta maaf ke aku. Aku senyum ma ngangguk, sambil mataku yang gak mau lepas dari Dinda. Ngeliat aku yang agak melankolis saat itu, Dinda mulai heran ma tanya2 aku kenapa sih? Aku cuma bisa bilang, ga kenapa2 kok. Trus, Dinda sambil makin mendekap tasnya ngajak cepet2 pergi dari situ. Meskipun aku nggak pengen ni momen ilang, tapi aku juga gak mau Dinda jadi sakit. Maka, aku tawarin Dinda buat minum anget di kantin kampus, Dinda mengangguk, terus aku ambil tasnya, Dinda gak nolak,..trus spontan aku deketin Dinda dan bisikin ke telinga Dinda;...

"Din.aku sayang banget ma kamu"

Bisa aku liat, Dinda kaget ngeliat ulahku ini. Dia langsung pasang tampang serius, ngambek dan mukul kecil lenganku. Aku ketawa. Dengan lagak marah2, Dinda jalan duluan di depanku. Aku nyusul di belakangnya, takut Dinda keujanan sambil terus mayungin Dinda.
Sepanjang jalan Dinda cuma diam di depan. Aku nggak keberatan. Jalan ditengah ujan kayak gini, otak desainku jalan. Kayaknya aku pengen cepet2 nuangin sesuatu buat ngegambarin suasana kayak gini. Kayaknya, gambar apaaa gitu, pasti asik! Nggak sadar karena aku lagi asik mikir2, tiba2 aku nemuin Dinda yang sekarang udah ada di sebelahku. Rupanya Dinda tadi melanin jalannya kali ya,..dan waktu aku tau jari Dinda sedikit megang lengan jaketku, aku langsung paham. Dinda cuma diem sambil jalannya nunduk. Malu mungkin. Aku ketawa, sambil dikit2 mainin lenganku yang dipegang Dinda sambil di ayun2 gitu. Dinda juga ketawa. Katanya, kayak maen ayunan, di gayut2..
Ah,... Saat itu, hujan jadi perantara kami yang luar biasa. Butiran hujan saat itu, bagiku, nggak kalah sama alunan nada dari Bach, sekalipun. Dan langsung aja aku inget satu lagu lama yang juga nyeritain tentang ujan dan orang yang di sayang..
Sambil nyanyi2 kecil, Dinda yang juga ternyata tau lagu itu, akhirnya ikut2an nyanyi. kami berdua jadinya jalan2, gayut2 tangan, ma nyanyi2 dan kadang cekikikan sendiri di sepanjang jalan menuju kantin kampus, pagi itu,...
Hei,... buat ujan pagi itu,..makasih ya soob...this song is for you, mate!^^


Rhytm of The Rain

By: Dan Fogelberg

Listen to the rhythm of the falling rain
Telling me just what a fool I've been
I wish that it would go and let me cry in vain
And let me be alone again

The only girl I've ever loved has gone away
Looking for a brand new start
But little does she know that when she left that day
Along with her she took my heart

Rain please tell me now does that seem fair
For her to steal my heart away when she don't care
I can't love another when my heart's somewhere far away

Listen to the rhythm of the falling rain
Telling me just what a fool I've been
I wish that it would go and let me cry in vain
And let me be alone again

The only girl I've ever loved has gone away
Looking for a brand new start
Little does she know that when she left that day
Along with her she took my heart

Rain won't you tell her that I love her so
Please ask the sun to set her heart a glow
And rain in her heart and let the love we know start to grow

Rain please tell me now does that seem fair
For her to steal my heart away when he don't care
I can't love another when my heart's somewhere far away

Oh listen to the falling rain
Oh rhythm of the falling rain
Oh listen to the falling rain
Oh rhythm of the falling rain


-TheBearWhoLovesWhenItRains-